TREND I’TIKAF DI KOTA-KOTA BESAR
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, marak kita lihat dalam sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, kegiatan I’TIKAF di masjid-masjid besar dan kecil semakin ramai. Hampir setiap tahun trend i’tikaf ini terus meningkat. Jika limabelas tahun yang lalu masjid sepi dari manusia terutama setelah tarawih usai, maka kini yang terjadi adalah sebaliknya. Masjid ramai oleh ja’maah, justru menjelang tengah malam hingga tiba waktu sahur.
Fakta pertama adalah : trend kegiatan i’tikaf ini dimotori oleh generasi muda kelas menengah. Anda akan melihat rangkaian kendaraan pribadi meenuhi area parkir masjid yang digunakan untuk I’tikaf, mengindikasikan siapa saja pengunjung masjid saat itu.
Fakta kedua yang amat mencolok berkembang adalah : kegiatan i’tikaf berubah menjadi “target dan tujuan”, tempat peserta menghabiskan malam dengan mengajak seluruh keluarganya serta. Maka, tidak menjadi pemandangan aneh jika di malam-malam terakhir Ramadhan kita akan menemukan sebuah keluarga kecil berkumpul di sudut-sudut masjid.I’tikaf bersama keluarga – istilah gaulnya. Pindah tidur – istilah jujurnya.
Jadi, trend yang terjadi adalah : ada sebagian masyarakat muslim – terutama kelompok kelas menengah perkotaan – yang telah menjadikan kegiatan spiritual i’tikaf sebagai agenda kegiatan tahunan semacam “out bond” atau “wisata rohani”.
Efek dari kegiatan semacam ini jelas, munculnya semacam perasaan lebih religius dari sebelumnya pada para pelakunya, di samping tubuh yang makin lunglai dan mata yang makin mengantuk. Di tambah kegiatan sampingan membicarakan hasil tadarus (semacam persaingan) saat bertemu rekan kerja. Fastabiqul khairot – bahasa fiqihnya, Riya – bahasa sufinya.
**
I’TIKAF DALAM TINJAUAN SUFI
Para pengembara tidak akan sekalipun mengatakan TREND seperti yang disebutkan di atas adalah kegiatan yang salah. Guru Mursyid telah memberikan petuah yang jelas dalam hal ini :
“Kita tidak akan mengatakan – jalan Anda atau Mereka salah. Tetapi kita akan mengatakan – maaf, kami tidak melewati jalan itu.”
Benar, para murid telah diajarkan memaknai i’tikaf dari contoh agung Nabi Suci SAW. Guru Agung seluruh sufi telah mencontohkan: saat i’tikaf dalam sepuluh hari terakhir Ramadhan, hampir-hampir beliau tidak mengenal lagi keluarganya, shahabatnya dan kaumnya.
Contoh apalagi yang lebih jelas dari ini. Seluruh sufi dari ratusan generasi dan jalan tharekat memaknai I’tikaf dengan cara yang sama walau dengan ungkapan yang berbeda …
I’TIKAF ITULAH SIMBOL KEHIDUPAN SEJATI – KETIKA KAU MATIKAN DIRIMU SAAT KAU HIDUP, DAN BANGKIT MERAIH KEHIDUPAN BARUSAAT KAU LEPASKAN SEMUA TALI PENGIKATMU DI DUNIA – KELUARGA DAN SAHABAT, UNTUNG DAN RUGI – DAN KAU HIDUPKAN TALI ALLAH YANG ABADI DAN HIDUP DALAM MAHABBAH DENGANNYASAAT KAU BUKA SELUBUNG KEPOMPONG DUNIA DAN KAU TINGGALKAN SEMUA KETERBATASAN CAKRAWALA - TERBANG MENUJU KEINDAHAN DAN KEGEMBIRAAN TANPA BATAS BERSAMA-NYA
***
Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi bahan renungan. Semoga kita terhindar dari hanya sekedar latah semata melihat trend di sekitar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar