CANTIK DIBALIK KERUDUNG

“Wanita sejati bukanlah dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menutupi bentuk tubhnya. Wanita sejati bukanlah dilihat dari Kecantikan paras wajahnya, tetapi dari kecantikan hati yang ada dibalikmya. Wanita sejati bukanlah dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari keihklasan ia memberikan kebaikan itu. Wanita sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari apa yang sering mulutnya bicarakan. Wanita sejati bukanlah dilihat dari keahlihannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara. Wanita sejati bukanlah dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari sejauhmana ia berani mempertaruhkan kehormatannya. Wanita sejati bukanlah dilihat dari kekawatirannya digoda orang lain dijalan, tetapi dilihat dari kekawatirannya yang mengundang orang lain jadi tergoda. Wanita sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan syukur. Dan ingatlah..........!!!!!!!! Wanita sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana ia bisa menjaga kehormatanya dalam bergaul....... Wassalam........... “semoga bisa menjadikan kita bertafakkur ya ikhwati”

Sabtu, 22 Januari 2011

“GENDER DALAM PERSEPSI ALIM ULAMA’’


Perjalanan sejarah Islam secara berabad-abad memberi ruang penafsiran yang sangat luas, bahkan saling bertentangan. Perkembangan masyarakat membawa konsekwensi perubahan budaya. Dalam kontek ini, K.H.Husen: menyinggung bahwa persepsi budaya mempengaruhi tafsir penilaian terhadap perempuan. Menurutnya, kekhawatiran muncul karena bila budaya berubah, maka hukum positif yang berlaku juga akan berubah. Beliau memberi contoh mengenai perkawinan antar agama, yang dianggapnya masih dalam kerangka relasi gender. Perkawinan muslim dengan wanita kafir kitab, atau pengikut agama lain, memang banyak yang menolak. Meskipun perempuan dipercaya bisa mempengaruhi laki-laki, tetapi Jumhur membolehkan menikah dengan kitabi.
            Sekali lagi,ini merupakan persoalan budaya, karena perempuan dipandang sebagai subordinat dari laki-laki. Menurutnya, mungkin saja saat itu jika kondisinya sama-sama kuat, tidak ada persoalan. Disini, kontek politik sangat berperan. K.H.Mustofa Bisri mengingatkan, konteks dikotomi politik Barat-Timur sangat berperan dalam wacana gender.
            Pada tataran kenegaraan, konsepsi serupa muncul untuk menjelaskan relasi gender. Dalam Islam, secara sya’i memang ada watak antara laki-laki dan perempuan yang tidak bisa disamakan. Ketika mengutarakan pandangan “klasik” itu, KH.Azhari M: Juga menambahkan bahwa dalam persoalan-persoalan uang mengandung hak yang sama, kedudukan hukum antara laki-laki dan perempuan Islam harus sama, pandangan ini membenarkan penafian “presiden perempuan”. Beliau memberi analogi, bahwa munas Alim Ulama’ NU di Mataram diputuskan bahwa wanita diperbolehkan untuk menempati struktur kepemimpinan, tetapi tidak pada pucuk kepemimpinan (presiden). Adakah pandangan demikian hanya merupakan monopoli laki-laki saja?...jawabannya tidak,
karena pandangan serupa juga dilontarkan oleh Nyai Nafisah Sahal Mahfudz. (pengasuh ponpes Maslakul Huda pati jateng), Menyatakan, dari segi rasa keadilan, syariat yang menentukan relasi gender demikian tampak tidak sejalan dengan nilai keadilan. Tetapi, ia mengingatkan bahwa bagaimanapun harus ada kepatuhan terhadap konsepsi islam, yang menetapkan relasi gender demikian sudah adil, dan merupakan nash. Terlepas dari argumen feminis--yang menegaskan bahwa pandangannya tersebut merupakan produk pemikiran patriarkal yang bersifat hegemonik dan telah terstruktur- pandangan ini lebih menekankan untuk “menuntut” penilaian berdasarkan kemampuan atau prestasi. Sekalipun terbatas, misalnya untuk Hak waris, perempuan masih memiliki hak untuk menuntut persamaan peran kemasyarakatan dalam kerangka Islam. Beliau pernah mengusulkan hak perempuan untuk bisa duduk didalam Syuriyah NU, karena di kalangan perempuan pun banyak yang ahli hukum.
            Pandangan Nyai Ida Fatimah Zaenal (Ketua Puskopontren Yogyakarta) Nash yang disebut diatas, dalam bahasa yang berbeda, diyakini sebagai fitrah. “karena memang wanita secara biologis berbeda, maka hal itu harus diakui. Wanita berbeda dengan laki-laki, dan sebaliknya,” bahwa keterbatasan perempuan untuk meraih posisi tertinggi tidak boleh dipandang sebagai ketidak adilan. “justru adil, karena untuk menghormati wanita. Secara fitrah memang ada perbedaan yang harus dihormati.” Adil dalam pemahaman ini ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya, kemampuannya, dan keadaannya. “Adil itu bukan harus sama, rata. Lelaki dikasih dua, wanita satu, itu adil. Misalnya.
            Usul tersebut tentu tidak terlepas dari paham yang memandang kontekstualisasi syari’at disini diartikan sebagai pengkajian ulang atau modifikasi, tetapi bukan perubahan. “kontekstualisasi, dalam pandangan ini, bukanlah sesuatu yang ekstreim, karena justru konteks yang bisa membatasi perluasan tafsir gender.
Drs. H. Shofwan Karim M.A: Di dalam pandangan normatif-tekstual Islam seperti yang disitir al-Qurán, tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt, Selanjutnya Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya. Islam sebagai al-Din mencakup tatanan semua segi kehidupan manusia tentang  akidah (teologi), ibadah (ritual), Syariat (hukum), akhlak (etika) dan muámalah (sosio-kultural). Secara umum ketercakupan itu merupakan pengaturan  hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia. Kajian  gender merupakan wilayah dan tatanan hubungan sesama manusia dalam konteks  sosio-kultural.
            Tinjauan tersebut kita harus bisa, memahami teks dan konteks  secara teologis-filosofis dan sosiologis-empiris  serta merujuk kepada pemikiran klasik dan kontemporer yang diharapkan memberikan gambaran umum yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mendorong partisipasi aktif umat Islam dalam menumbuh-kembangkan sikap ke arah terciptanya kesetaraan dan keadilan gender secara proporsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Imansipasi wanita

Imansipasi wanita
imansipasi wanita sering diterjemahkan atau diartikan dengan salah kaprah, bahwasanya kedudukan seoarang wanita harus sama dengan laki-laki dari sisi apapun. padahal dalam islam masalah imansipasi wanita sudah diatur begitu rapi oleh Alquran, tapi seseorang yang belum begitu faham dengan ajaran Islam pastilah mereka menafsirkan sebatas dengan pengetahuan akalnya, contoh imansipasi wanita dalam islam yaitu: Allah mewajibkan laki-laki dan perempuan sholat, islam tidak melarang seorang wanita mengerjakan pekerjaan seorang pria dengan tidak melanggar aturan-aturan syariat islam, wanita juga dibolehkan untuk mengangkat senjata (menjadi tentara) selama itu dibutuhkan, atau mempertahankan agama dan negara. wanita menjadi tentera tidak harus sama pakaiannya sebagaimana tentara laki-laki, wanita tetap diwajibkan untuk menutup auratnya, sehingga mereka tidak perlu membuka auratnya,

MENURUT anda bagaimanakah tentang blog ini...?

SETITIK MUTIARA WALISONGO

Para Walisongo adalah penerus dakwah Nabi Muhammad SAW, sebagai penerus atau penyambung perjuangan, mereka rela meninggalkan keluarga, kampung halaman dan apa-apa yang menjadi bagian dari hidupnya. Para Walisongo rela bersusah payah seperti itu karena menginginkan ridho Allah SWT. Diturunkannya agama adalah agar manusia mendapat kejayaan didunia dan akherat. Segala kebahagiaan, kejayaan, ketenangan, keamanan, kedamainan dan lain-lainnya akan terwujud apabila manusia taat pada Allah SWT dan mengikuti sunnah baginda Nabi Muhammad SAW secara keseluruhan atau secara seratus persen. Sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur’an bahwa ummat Nabi Muhammad SAW diutus kepermukaan bumi adalah khusus mempunyai tanggung jawab penting. Misi pentingnya adalah untuk mengajak manusia dipermukaan bumi ini ke jalan Allah SWT. Kurang lebih lima ratus tahun yang lalu walisongo berdakwah dan berkeliling kehampir seluruh pulau jawa, maka dalam masa yang relatif singkat, yang hampir penduduknya beragama Hindu dan Budha, maka berubah menjadi kerajaan Islam Demak. Para Walisoongo mempunyai semboyan yang terekam hingga saat ini adalah 1. Ngluruk Tanpo Wadyo Bolo / Tanpo pasukan Berdakwah dan berkeliling kedaerah lain tanpa membawa pasukan. 2. Mabur Tanpo Lar/Terbang tanpa Sayap Pergi kedaerah nan jauh walaupun tanpa sebab yang nampak. 3. Mletik Tanpo Sutang/Meloncat Tanpa Kaki Pergi kedaerah yang sulit dijangkau seperti gunung-gunung juga tanpa sebab yang kelihatan. 4. Senjoto Kalimosodo Kemana-mana hanya membawa kebesaran Allah SWT. (Kalimosodo : Kalimat Shahadat) 5. Digdoyo Tanpo Aji Walaupun dimarahi, diusir, dicaci maki bahkan dilukai fisik dan mentalnya namun mereka seakan-akan orang yang tidak mempan diterjang bermacam-macam senjata. 6. Perang Tanpo tanding Dalam memerangi nafsunya sendiri dan mengajak orang lain supaya memerangi nafsunya. Tidak pernah berdebat, bertengkar atau tidak ada yang menandingi cara kerja dan hasil kerja daripada mereka ini. 7. Menang Tanpo Ngesorake/Merendahkan Mereka ini walaupun dengan orang yang senang, membenci, mencibir, dan lain-lain akan tetap mengajak dan akhirnya yang diajak bisa mengikuti usaha agama dan tidak merendahkan, mengkritik dan membanding-bandingkan, mencela orang lain bahkan tetap melihat kebaikannya. 8. Mulyo Tanpo Punggowo Dimulyakan, disambut, dihargai, diberi hadiah, diperhatikan, walaupun mereka sebelumnya bukan orang alim ulama, bukan pejabat, bukan sarjana ahli tetapi da’I yang menjadikan dakwah maksud dan tujuan. 9. Sugih Tanpo Bondo Mereka akan merasa kaya dalam hatinya. Keinginan bisa kesampaian terutama keinginan menghidupkan sunnah Nabi, bisa terbang kesana kemari dan keliling dunia melebihi orang terkaya didunia. Semboyan seperti diatas sudah banyak dilupakan umat islam masa kini. Pesan Walisongo diantaranya pesan Sunan kalijogo diantaranya adalah : 1. Yen kali ilang kedunge 2. Yen pasar ilang kumandange 3. Yen wong wadon ilang wirange 4. Enggal-enggal topo lelono njajah deso milangkori ojo bali sakdurunge patang sasi, enthuk wisik soko Hyang Widi, maksudnya adalah : Apabila sungai sudah kering, pasar hilang gaungnya, wanita hilang rasa malunya, maka cepatlah berkelana dari desa ke desa jangan kembali sebelum empat bulan untuk mendapatkan ilham (ilmu hikmah) dari Allah SWT. Para Walisongo berdakwah dengan mempunyai sifat-sifat diantaranya : 1. Mempunyai sifat Mahabbah atau kasih sayang 2. Menghindari pujian karena segala pujian hanya milik Allah SWT 3. Selalu risau dan sedih apabila melihat kemaksiatan 4. Semangat berkorban harta dan jiwa 5. Selau memperbaiki diri 6. Mencari ridho Allah SWT 7. Selalu istighfar setelah melakukan kebaikan 8. Sabar menjalani kesulitan 9. Memupukkan semua kejagaan hanya kepada Allah SWT 10. Tidak putus asa dalam menghadapi ketidak berhasilan usaha 11. Istiqomah seperti unta 12. Tawadhu seperti bumi 13. Tegar seperti gunung 14. Pandangan luas dan tinggi menyeluruh seperti langit. 15. berputar terus seperti matahari sehingga memberi kepada semua makhluk tanpa minta bayaran.

SELAMAT MEMBACA

KEPUASAN ANDA ADALAH PENGHARGAAN BAGI KAMI.
APATIS ANDA ADALAH BLUM MEMPELAJARI KAMI.
KRITIK ANDA ADALAH INTROPEKSI DIRI KAMI.