PELAJARAN TASAWUF
Orang yang menggabungkan kedua karakter alam di atas biasa di sebut manusia paripurna (insan kamil), karena secara ijmal/ undifferentiated menjadi bagian dalam martabat ruh, dan secara tafshil/differentiated bagian dalam martabat qalb. Insan kamil menjadi sebuah alam universal yang merepresentasikan keseluruhan nama-nama Allah.
Ia sudah menjadi manivestasi (madzhar) nama-nama Allah. Pembahasan lebih rinci konsep insan kamil ini akan dilakukan dalam satu artikel tersendiri. Dalam perspektif tasawuf, alam tidak terbatas hanya dalam dua bentuk, yaitu dengan meminjam istilah Muhammad Abduh, ‘alam syahadah dan alam ghoib, tapi alam bisa tak terbatas.
Sebab mencakup pula kehadiran ilahiyah universal (al-hadharat al-kulliyyat/universal divine presences), yang di antaraya ada lebih dekat ke alam syahadah mutlak, dan lainnya lebih dekat ke alam ghaib mutlak. Alam sering juga digunakan dalam dua konteks, yaitu alam secara keseluruhan (semua kecuali allah) dan alam dalam konteks tingkatan alam, seperti ‘alam al-mulk, ‘alam al-mitsal, alam al-malakut, dan alam jabarut.
Masing-masing alam ini mempunyai penghuni. Manusia bisa mengakses dan sekaligus menjadi bagian dari alam-alam tersebut bersama makhluk-makhluk spiritual lainnya seperti malaikat dan jin. Ghal itu dapat di lakukan tentu saja jika manusia itu manpu menyingkap tabir rahasia yang selama ini menghijab dirinya.
Manusia dialam fana ini berada di alam malakut dan dalam keadaan tertentu ia bisa mengalami transformasi spiritual ke alam-alam lain. Tentu, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki atau di berikan kepadanya oleh Allah. Tingkatan-tingkatan alam lebih banyak di gunakan dalam konteks keduaaaaa, yakni tingkatan alam spiritual.
Di setiap tingkatan alam, al-Haq (Allah) selalu mengindikasikan kehadiran-Nya, sehingga tidak ada suatu ruang, waktu, dan dimensi yang bebas dari cakupan al-Haq. Meskipun dikenal berbagai tingkatan, pada hakikatnya tetap hanya satu kehadiran (al-Hadharat), yakni kehadiran Ilahiyah (al-hadhaarat al-Ilahiyyah).
Secara sederhana, tingkatan alam yang akan menjadi objek pembahasan disini ialah alam mulk, alam mitsal, alam malakut, dan alam jabarut.
Untuk berguru kepada para penghuni alam-alam tersebut, pengenalan mendalam mengenai alam-alam itu perlu dilakukan. Selain mengenal berbagai alam, manusia sepatutnya mengenal dirinya sendiri dulu secara mendalam. Setelah mengenal alam-alam spiritual dan rahasia besar yang ada di dalam diri manusia, langkah berikutnya berupaya keras mendekatkan diri kepada Allah.
Diperlukan mursyid untuk membimbing kita dan seseorang yang mulai memasuki dunia pencarian spiritual menempuh jalan khusus, itulah yang disebut murid atau salik.
Kemudian, para murid itu akan menjalani berbagai latihan spiritual (riyadhoh) secara konsisten sampai mereka menembus berbagai lapis alam dan menyigkap beragam hijab rahasia. Murid yang berhasil menembus batas dan menyingkap tabir disebut mukasyafah, yakni prestasi spiritual yang berhasil dicapai orang-orang yang terpilih oleh Allah.
Contohnya, pengalaman batin ibnu ‘Arabi yang di ungkapkan dalam bentuk syair seperti ini: “Diantara mereka ber-tajassud kepadaku di bumi, yang lainnya
ber-tajassud di udara. Diantara mereka ber-tajassud dimanapun aku berada, yang lainnya ber-tajassud dilangit. Mereka mengajariku dan akupun mengajarinya.
ber-tajassud di udara. Diantara mereka ber-tajassud dimanapun aku berada, yang lainnya ber-tajassud dilangit. Mereka mengajariku dan akupun mengajarinya.
Namun, keberadaanku tidak sama.
Aku tetap dalam entitasku.
Mereka tidak tetap dalam entitasnya.
Mereka menjelmakan diri dalam berbagai bentuk.
Seperti air yang masuk didalam cangkir yang berwarna.”
(ibnu Arabi.futuhat al-maikkiyah,juz1 hl:735)
Masalahnya disini adalah mekanisme apa yang dilalui para sufi yang berhasil menembus batas alam spiritual tersebut? Sebelum membahas pertanyaan ini, terlebih dahulu kita perlu memahami apa yang dimaksud alam oleh para sufi.
Secara kebahasaan, alam berasal dari akar kata alima-ya’lamu, berarti mengetahui. Dari akar kata ini terbentuk kata ‘alam yang artinya tanda, petunjuk, atau bendera; dan ‘alamah yang bermakna alamat atau sesuatu yang melalui dirinya dapat diketahui sesuatu yang lain (ma bihi ya’lamu al-syai).
Dalam perpektif tasawuf, alamadalah segala sesuatu selain Allah SWT (ma siwa Allah). Alam adalah tanda yang menunjuk kepada (adanya)Allah. Alam juga memberikan kesadaran dan pengetahuan. Alam meliputi seluruh universalitas (kuliyyat) alam dengan segenap bentuknya secara ijmali/ undifferetiated.
Alam dalam form atau bentuk ini, pada ilmu filsafat dikenal dengan istilah al-‘aql al-awwal / the first intellect. Dari sini, allah sebagai al-rahman dimanifestasikan. Di sisi lain, alam mencakup pula hakikat seluruh partikularitas (juziyyat) secara tafshili/defferentiated yang terkandung di dalam al-aql awwal/the first intelect.
Dari sini, nama Allah sebagai al-rahim dimanifestasikan. Pendapat ini juga banyak di akomodasi di dalamkitab-kitab tafsir, terutama dalam menjelaskan perbedaan konteks sntar al-Rahman dan al-Rahim dalam ayat pertama danketiga dari surat al-fatihah:Maha pengasih lagi Maha Penyayang (al-Rahman al-Rahim).
Orang yang menggabungkan kedua karakter alam di atas biasa di sebut manusia paripurna (insan kamil), karena secara ijmal/ undifferentiated menjadi bagian dalam martabat ruh, dan secara tafshil/differentiated bagian dalam martabat qalb. Insan kamil menjadi sebuah alam universal yang merepresentasikan keseluruhan nama-nama Allah.
Ia sudah menjadi manivestasi (madzhar) nama-nama Allah. Pembahasan lebih rinci konsep insan kamil ini akan dilakukan dalam satu artikel tersendiri. Dalam perspektif tasawuf, alam tidak terbatas hanya dalam dua bentuk, yaitu dengan meminjam istilah Muhammad Abduh, ‘alam syahadah dan alam ghoib, tapi alam bisa tak terbatas.
Sebab mencakup pula kehadiran ilahiyah universal (al-hadharat al-kulliyyat/universal divine presences), yang di antaraya ada lebih dekat ke alam syahadah mutlak, dan lainnya lebih dekat ke alam ghaib mutlak. Alam sering juga digunakan dalam dua konteks, yaitu alam secara keseluruhan (semua kecuali allah) dan alam dalam konteks tingkatan alam, seperti ‘alam al-mulk, ‘alam al-mitsal, alam al-malakut, dan alam jabarut.
Masing-masing alam ini mempunyai penghuni. Manusia bisa mengakses dan sekaligus menjadi bagian dari alam-alam tersebut bersama makhluk-makhluk spiritual lainnya seperti malaikat dan jin. Ghal itu dapat di lakukan tentu saja jika manusia itu manpu menyingkap tabir rahasia yang selama ini menghijab dirinya.
Manusia dialam fana ini berada di alam malakut dan dalam keadaan tertentu ia bisa mengalami transformasi spiritual ke alam-alam lain. Tentu, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki atau di berikan kepadanya oleh Allah. Tingkatan-tingkatan alam lebih banyak di gunakan dalam konteks keduaaaaa, yakni tingkatan alam spiritual.
Di setiap tingkatan alam, al-Haq (Allah) selalu mengindikasikan kehadiran-Nya, sehingga tidak ada suatu ruang, waktu, dan dimensi yang bebas dari cakupan al-Haq. Meskipun dikenal berbagai tingkatan, pada hakikatnya tetap hanya satu kehadiran (al-Hadharat), yakni kehadiran Ilahiyah (al-hadhaarat al-Ilahiyyah).
Secara sederhana, tingkatan alam yang akan menjadi objek pembahasan disini ialah alam mulk, alam mitsal, alam malakut, dan alam jabarut.
Untuk berguru kepada para penghuni alam-alam tersebut, pengenalan mendalam mengenai alam-alam itu perlu dilakukan. Selain mengenal berbagai alam, manusia sepatutnya mengenal dirinya sendiri dulu secara mendalam. Setelah mengenal alam-alam spiritual dan rahasia besar yang ada di dalam diri manusia, langkah berikutnya berupaya keras mendekatkan diri kepada Allah.
Diperlukan mursyid untuk membimbing kita dan seseorang yang mulai memasuki dunia pencarian spiritual menempuh jalan khusus, itulah yang disebut murid atau salik.
Kemudian, para murid itu akan menjalani berbagai latihan spiritual (riyadhoh) secara konsisten sampai mereka menembus berbagai lapis alam dan menyigkap beragam hijab rahasia. Murid yang berhasil menembus batas dan menyingkap tabir disebut mukasyafah, yakni prestasi spiritual yang berhasil dicapai orang-orang yang terpilih oleh Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar