Jika engkau bicara soal ketakterbandingan, engkau telah membatasi. Jika engkau bicara soal kesempurnaan, engkau juga membatasi. Jika bicara soal keduanya, engkau tepat mengenai sasaran; engkau seorang pemimpin dan syekh dalam ilmu-ilmu makrifat.”(ibnu arabi).
“Tak seorang pun menegaskan keesaan Zat Maha Esa sebab semua orang yang menegaskannya sesungguhnya mengingkarinya. Tauhid orang yang melukiskan-Nya hanyalah pinjaman, tak diterima oleh Zat Maha Esa. Tauhid atas diri-Nya adalah tauhid-Nya. Orang yang melukiskan-Nya. Sungguh telah sesat.”(Khaja Abdullah Anshari).
Dalam literatur tasyawuf Yahudi (Kabbalah). Maqam Ahadiyyah dapat dihubungkan dengan Ein Sof yang secara harfiyah berarti “tanpa Akhir” (“without end”,”the Infinite”). Tuhan yang dalam sisiNYa tak dapat dikenal (unknowable, indiscribable). Manifestasi Ein sof melalui proses emanasimaka lahirlah apa yang disebut dengan sefirot.
Ein sof dan sefirot merupakan dua hal yang tak terpisahkan, sebagaimana halnya Maqam Ahadiyyah dan Maqam Wahidiyyah. Sefirot adalah esensi dari Ein Sof. Ia bagaikan lampu dengan cahayanya.
Cahaya sesungguhnya tidak ada tanpa keberadaan lampu. Sefirot nanti menjadi 10 manifestasi namun satu sama lainnya tak terpisahkan dengan sang substansi, yaitu Ein Sof. Para kabbalisseperti Robbi Gershom Scholem dan Rabbi Moses Luzzato berpendapat bahwa Ein sof dan sefirot merupakan satu hal yang tak bisa di pisahkan.
Lebih tepat keduanya diterangkan dalam fenomena sebab akibat dari pada Kholik dan makhluk. “All the sefirot are nothing but the Light of the infinite Himself” (semua aspek sefirot pada hakikatnya tidak ada, yang ada hanyalah cahaya dari ketakterbatasanNYa sendiri”. Karena itu, banyak istilah yang sering digunakan para kabbalis melukiskan Ein Sof, seperti Tuhan yang Maha tersembunyi (the Hidden and the Transcendent God), penyebab utama (The first Cause), Yang Maha Nyata (the ultimate Reality), Yang Maha taktermanifestasikan (The Unmanifest), Yang Maha Takterkomprehenshipkan (The Incomprehenshible), yang Maha Tak tertemukan (The Indiscrible), dan lainnya.
Istilah-istilah tersebut juga sering di temukan di dalam buku-buku tasyawuf. Sefirot bukan hanya merepresentasikan kerja Ilahi, melainkan juga merupakan kelanjutan mekanisme kerja alam seesta dan hubungan relasional satu sama lainnya. Sefirot sebagai penghubung antara keterbatasan alam dan keterbatasan Tuhan.
Sefirot dapat dihubungkan dengan sifat-sifat Allah Swt dalam isalam. Pada sifat-sifat dan Nama-nama Allah, masing-masing memiliki spesifikasi sesuai dengan kemahasempurnaan-Nya. Nama-nama ini dapat di jadikan sebagai entri point untuk lebih dekat lagi dengan Allah SWT.
Seseorang yang diliputi berbagai dosa da maksiat dapat mendekatkan diri kepada Tuhan melalui penghayatan terhadap Sifat dan Nama-nama-Nya, seperti al-tawwab (maha penerima taubat) al-Ghafur (Maha Pengampun), dan Maha pemaaf (al-afuw), dan Maha Indah (al-jamal).
Meskipun demikian, sikap permisif tidak bisa juga di toleransi karena Allah juga memiliki sifat yang kebalikannya, yaitu al-Muntaqim (Maha pendedam), Mutakabbir (Maha Angkuh), dan al-jalal (Mahaperkasa). Para kabbalis juga mempunyai persamaan dengan kalangan sufi tentang keesaan Tuhan.
Kalangan sufi dan kabbalis sangat berhati-hati menjelaskan hal ini karena bisa jatuh kedalam apa yang disebut dengan “ kesesatan”. Para teolog dan fuqoha (ahli hukum) sering mempertanyakan bahkan menyesatkan para sufi dan kabbalis karena tuduhan memperkenalkan konsep keqodhiman ganda (ta’adud al-qudama).
Bagi para teolog dan fuqoha’ Tuhan harus suci dari pengaruh lain-Nya karena dia yang Maha Esa, Mahakuasa, Mahabesar dan Maha takterbandingkan (Incomparability) dengan apa pun.
Sementara sufi berbicara tentang maqam Ahadiyyah dengan Maqam Wahidiyyah, al-A’yan al-Tsabitah, shifat dan asma’ yang dianggapnya alam atau bukan makhluk atau maj’hul. Nanti di level al-wujud al-khorijiyyah ke bawah, yang meliputi alam jabarrut, alam barzakh, dan alam mulk/syahadah baru dianggap sebagai makhluk atau maj’hul.
Itu pun oleh kalangan sufi seperti ibnu A’rabi tidak mau menggunakan istilah kholiq dan makhluk, tetapi Al-Haq dan al-Khalq karena meskipun keduanya berbeda, tetapi tidak bisa di pisahkan. Wujud al-khalq hanyalah merupakan efek dan manifestasi (tajjali) dari al-Haq itu sendiri.
Dalam Taoisme, relasi hamba Tuhan di jelaskan dengan konsep “Dualitas ilahi” (the Duality of God). Dalam The Tao te ching di sebutkan bahwa The sacred God merupakan “tanpa nama yang merupakan asal langit dan bumi (The Nameless is the origin of haven and earth).
Langit di gambarkan denga yang dan bumi digambarkan dengan yin, Tuhan ibarat langit: besar, tinggi, terang, dan kreatif, sedagkan makhluk ibarat bumi:kecil, rendah, gelap, reseptif. Yang(muatstsir):menimbulkan pengaruh dalam segala hal dan yin (ma’tsur) menerima pengaruh dalam segala hal.
Interaksi antara yang (muatstsir)dan yinma’tsur menibulkan 1000 hal (al-katsrah). Tuhan menimbulkan realitas dan realitas menimbulkan entitas. Yang yang bertindak, sedangkan yin yang meneria tindakan. Tuhan memerlukan hamba jika Dia harus menjadi Tuhan dan hamba memerlukan Tuhan jika dia harus menjadi Hamba.
Dengan demikian, makhluk merupakan “subsistensi” Tuhan da Tuhan merupakan “substensi” makhluk. Dalam teori Ad infinitum pytagoras, satu sama dengan setengah dari dua, dan seterusnya sampai bilangan paling tinggi. Masing-masing bilangan membutuhkan angka satu. Tidak ada angka sejuta atasu semilyar tanpa angka satu.
Mekanisme pemahaman maqam Ahadiyyah-Wahidiyyah ada kemiripan dengan konsep Atna Brahma dalam agama hindu. Dalam agama hindu, dikenal ada dua jalan untuk mengenal, mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, yaitu jalan dari luar (The Outer Path), dan jalan dari dalam diri (The Inner Path).
Jalan pertamadapat membantu seseorang mengenal Tuhanmelalui penyaksian Tuhan yang ada di mana-mana. Dimanapun seorang berada disitu dapat menyaksikan wajah Tuhan ada di mana-mana. Kesadaran bahwa alam raya(cosmos) sebagai omni present Tuhan merujuk kepada Brahma.
Ciri utama jalan pertama ini melalui pengabdian, kesetiaan dan kesalehan. Adapun jalan kedua (the Inner Path) dapat membantu seseorang mengenal Tuhan melalui penghayatan mendalam terhadap diri sendiri. Kesadaran bahwa Tuhan bersama kita (God Within) dan ia ada lebih dalam dari organ tubuh kita paling dalam merupakan kesadaran terhadap Tuhan yang lebih tinggi (Atma).
Ciri utama jalan ini ialah kontemplasi dan penyucian jiwa yang dalam dunia tasyawuf mungkin dapat di padankan dengan konsep tafakkur dan Tadzakkur untuk pembersihan jiwa (al-tadzkiyah al-nafs). Kesadaran untuk menggunakan kedua jalan ini secara seimbang tentu merupakan pendekatan paling baik karena baik jalan pertama maupun jalan kedua sama –sama menjadikan Tuhan sebagai objek tujuan.
Dalam islam integrasi, syariat dan hakikat mutlak di perlukan. Ibnu Athoillah pernah menyatakan, “Barang siapa yang bertasyawuf tanpa berfikih, maka ia zindik. Barang siapa berfiqih tanpa tasyawuf, maka ia fasik. Barang siapa yang menggabung keduanya, maka ia mencapai hakikat.”
Kombinasi dan integrasi syariat dan hakikat merupakan jalan paling mulia dalam islam. Dalam agama hindu, orang-orang yeng menjalankan dengan baik dan setia secara seimbang antara kedua pendekatan diatas berpotensi menghimpun apa yang disebutnya dengan “kekuatan Ilahi” (the Divine Force).
Para Rezi sering kali mempertunjukkan keajaiban-keajaiban yang tidak lazim di lakukan orang biasa. Dalam islam, mungkin dapat di padankan dengan wali yang memiliki karomah, yang memiliki kemampuan untuk melakukan perbuatan luar biasa (Khariqun lil ‘adah), walaupun dalm islam karamah tidak pernah menjadi tujuan para wali.
Dari uraian diatas, ternyata agama-agama tertentu mempunyai kedekatan secara metodologis didalam menjelaskan konsep ketuhanan.satu sama lain bisa saling membantu menjelaskan konsep ketuhanannya masing-masing.Tentu saja antara satu agama dan agama lain banyak sekali perbedaannnya, tetapi lebih baik menekankan aspek titik temu dari pada menekankan aspek persamaan. Wallahu a’lam. Dialogjumat. Semarang 29 april 2011. M.Nur ali Ms
Tidak ada komentar:
Posting Komentar